JAKARTA, potretkita.id – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melakukan monitoring muka laut saat Gunung Ruang di Sulawesi Utara kembali erupsi, Selasa (30/4) dini hari.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa tindakan ini dilakukan secara intensif, untuk mendeteksi dini potensi tsunami.
“Berdasarkan hasil monitoring muka laut yang telah dilakukan BMKG, tampak kondisi muka laut di seluruh lokasi stasiun menunjukkan, erupsi Gunung Ruang tidak mengakibatkan perubahan signifikan muka air laut,” katanya.
BMKG memantau muka laut melalui lima stasiun monitoring yang tersebar di beberapa lokasi di sekitar Gunung Ruang, termasuk Tide Gauge Siau di Pulau Siau, Tide Gauge Ngalipaeng di Kepulauan Sangihe, Tide Gauge Tahuna, Tide Gauge Petta, dan AWS Maritim BMKG Bitung.
Sistem ini menggunakan peralatan Tide Gauge (TG) milik Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Automatic Weather System (AWS) Maritim milik BMKG untuk mendeteksi potensi perubahan signifikan muka laut akibat erupsi gunung berapi.
“Monitoring muka laut di sekitar Gunung Ruang menggunakan sistem InaTNT untuk upaya deteksi dini tsunami sangat penting,” tambah Dwikorita, sebagaimana dirilis Humas BMKG, diakses pada Rabu (1/5).
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menambahkan, meskipun saat ini kondisi masih normal, tetap perlu kewaspadaan terhadap erupsi Gunung Ruang, mengingat sejarahnya.
Pada tahun 1871, ujarnya, erupsi Gunung Ruang memicu tsunami dengan ketinggian gelombang mencapai 25 meter yang mengakibatkan 400 korban jiwa.
Sementara itu, Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo, melaporkan bahwa tinggi gelombang laut di sekitar perairan Sulawesi Utara masih dalam kategori rendah, berkisar 0,5-1,25 meter. Kondisi ini diperkirakan akan bertahan selama tiga hari ke depan.
Selain monitoring muka laut, BMKG juga mengawasi dampak abu vulkanik dari erupsi Gunung Ruang. Berdasarkan catatan Volcano Observatory Notice for Aviation (VONA), letusan mencapai ketinggian 5.725 Mdpl dengan status oranye, menandakan aktivitas yang meningkat.
Letusan abu vulkanik ini berdampak pada ruang udara di sekitar gunung dan wilayah yang lebih luas, mengakibatkan penutupan bandara di beberapa lokasi termasuk Manado, Gorontalo, dan Bolaang Mongondow.(rel/edi)