JAKARTA, potretkita.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), meninggalkan tahun 2023, dengan capaian positif berbagai program. Ini merupakan kemajuan yang luar biasa.
Menurut Wakil Ketua KPAI Dr. Jasra Putra, Selasa (23/1/2024), sesuai amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur.
Pihaknya melakukan percepatan pembangunan sesuai arahan Presiden RI, khususya di bidang perlindungan anak, yaitu penurunan angka kekerasan terhadap anak, penurunan pekerja anak, penurunan pernikahan usia anak, dan meningkatkan peran orang tua dalam pendidikan/pengasuhan, serta proglrn lain yang menjadi target RPJMN yang dimandatkan kepada Kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah.
“KPAI melaksanakan agenda strategis pengawasan di tahun 2023 dalam ruang lingkup hak sipil dan partisipasi anak, kualitas pengasuhan/dispensasi pernikahan usia anak, percepatan penanganan stunting, perundungan di satuan pendidikan, menekan angka kekerasan fisik dan/atau psikis,” jelasnya.
Selain itu ada pula kasus seksual dan penelantaran, pekerja anak, eksploitasi anak, anak korban
jaringan terorisme, anak berhadapan dengan hukum, anak korban pornografi dan kekerasan
di ranah daring, anak dalam situasi darurat. serta anak-anak minoritas dan di wilayah terpencil.
Menurut Jasra, hasil pengawasan KPAI di harapkan meningkatnya pemahaman dan komitmen para pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan perlindungan anak.
Kemudian, katanya, mendorong peran dan tanggung jawab masyarakat, media, dunia usaha dalam perlindungan anak serta meningkatnya kuantitas, kualitas, dan pemanfaatan laporan serta rekomendasi KPAI.
Jasra mengatakan, dari berbagai hasil pengawasan yang KPAI lakukan, diketahui tren persoalan perlindungan anak meliputi (1) Anak Korban Kekerasan Cenderung Meningkat Setiap Tahun bahkan pelaku utama pelanggaran hak anak merupakan orang yang anak kenal dan relatif dekat dengan anak.
(2) Kompleksitas Masalah Perlindungan Anak, Terjadi : Di Ranah Privat, Pelaku Pejabat Negara, Lingkungan pendidikan maupun keagamaan, Relasi Kuasa Yang Kuat (3) Hambatan Keadilan; Di Ranah Hukum, Di Ranah Adat Dan Budaya, Bias Pemahaman Pemenuhan Dan Perlindungan Anak (4) Pengaruh Negatif Internet Dan Lemahnya Literasi Terhadap Anak, keluarga, lembaga pendidikan dan sosial masyarakat.
Seterusnya, (5) Akses Dan Sarpras Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak Masih Rendah, (6) belum optimalnya bimbingan psikologis baik dalam ranah edukasi maupun ranah perlindungan secara psikologis mengenai kesehatan mental dan perlindungan psiko sosial.(mus)
